LAPORAN PRAKTIKUM
FITOKIMIA
Daun pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis L Vahl) dan Rimpang
jahe (Zingiber officinale Roscoe)
OLEH :
KELOMPOK 2
LISTIAWATI
AKADEMI FARMASI SANDI KARSA
MAKASSAR
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kemajuan teknologi dan ilmu
pengetahuan ternyata tidak mampu begitu saja menghilangkan arti pengobatan
tradisional.Apalagi keadaan perekonomian Indonesia saat ini yang mengakibatkan
harga obat-obatan moderen menjadi mahal.Oleh karena itu salah satu alternatif
pengobatan yang dilakukan adalah meningkatkan penggunaan tumbuhan berkhasiat
obat di kalangan masyarakat.Agar peranan obat tradisional dalam pelayanan
kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan, perlu dilakukan upaya pengenalan,
penelitian, pengujian dan pengembangan khasiat dan keamanan suatu tumbuhan
obat.Pengetahuan tentang tumbuhan obat merupakan warisan budaya bangsa yang
turun-temurun.
Fitokimia adalah
cabang ilmu pengetahuan alam yang membahas mengenai kandungan kimia bahan alam.
Di dalamnya dipelajari cara-cara mengekstraksi, mengisolasi dan
mengidentifikasi kandungan kimia bahan alam. Bahan alam adalah salah satu
sumber bahan obat berasal dari darat atau laut yang perlu digali, diteliti dan
dikembangkan agar kelestarianpenggunaannya dalam masyarakat semakin meningkat.
Salah satu pengembangan bahan alam ialah mempelajari kandungan kimia tersebut.
Tumbuhan
obat mengandung bahan aktif penting terutama dari senyawa metabolit sekunder dengan
struktur-struktur yang unik dan bervariasi, yang dikembangkan lebih jauh dengan
meninjau hubungan gugus aktif senyawa dengan reseptor penyakit dalam
tubuh.Secara umum metabolit sekunder dalam bahan alam hayati berdasarkan sifat
dan reaksi khasnya dengan pereaksi tertentu yaitu alkaloid, terpenoid atau
steroid, flavonoid, fenolik, saponindan kumarin.
Diantara tumbuhan tersebut, yang
sering digunakan sebagai obat adalah tumbuhan pecut kuda (Stacytarpheta jamaicensis L Vahl)
dan jahe (Zingiber
officinale Roscoe). Secara tradisional tumbuhan pecut
kuda digunakan sebagai obat untuk bisul, batuk, dan
radang tenggorokan. Sedangkan tumbuhan jahe digunakan sebagai obat melancarkan
peredaran darah,
perut kembung, bersifat anti alergi, menangkal radikal bebas, dan peradangan,
Bahan alam yang
diperkirakan mengandung bahan aktif, setelah melalui uji pendahuluan skrining fitokimia kemudian diekstraksi. Dari hasil ini, dapat diminimalkan
senyawa yang akan diisolasi lebih lanjut untuk digunakan sebagai zat aktif
dalam berbagai pengobatan.
B. Maksud Percobaan
1. Untuk mengetahui dan
memahami metode-metode ekstraksi secara umum.
2. Untuk mengetahui dan memahami cara
identifikasi senyawa metabolit sekunder dari suatu tumbuhan obat.
C.
Tujuan
Percobaan
Untuk mengekstraksi senyawa metabolit sekunder
dari daun pecut kuda (Stachytarpheta
jamaicensis L Vahl) dan Rimpang jahe (Zingiber officinale Roscoe) dengan menggunakan metode maserasi dan
perkolasi dari daun pecut kuda dan metode sochletasi pada rimpang jahe.
D.
Prinsip
Percobaan
1.
Skrining
Fitokimia
Sampel daun pecut
kuda dan kulit rimpang
jahe yang telah dibuat ekstrak masing-masing ditimbang 0,5 gram , selanjutnya ditambahkan dengan
beberapa pereaksi yang cocok untuk mengidentifikasi
senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam daun pecut
kuda dan rimpang jahe.
2. Ekstraksi
Sampel
Sampel daun pecut kuda diekstraksi dengan
menggunakan metode maserasi dengan cara merendam sampel selama 5 x 24 jam
menggunakan pelarut metanol
dan diaduk tiap pagi dan sore atau diaduk sesering mungkin. Sedangkan
sampel rimpang jahe diekstraksi
dengan menggunakan metode sochletasi menggunakan pelarut metanol dan dilakukan
sebanyak 22 siklus
3.
Ekstraksi Cair-cair
Ekstrak daun pecut kuda diekstraksi
cair-cair dengan menggunakan corong pisah dengan menggunakan penyari n-heksan dan air dengan
perbandingan n-heksan : air = 4 : 1. Dan rimpang jahe diekstraksi
cair-cair dengan menggunakan corong pisah dengan menggunakan penyari kloroform dan air dengan
perbandingan kloform :air = 4 : 1. Hasil dari ekstraksi cair-cair
tersebut kemudian disimpan dalam botol kaca yang telah disediakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Ringkas
1.
Pembuatan
Simplisia
Pembuatan simplisia dilakukan melalui beberapa tahap, meliputi :
a. Pengumpulan Bahan Baku
Kadar
senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada
bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman yang digunakan., waktu panen. Dan
ingkungan tempat tumbuh.Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan
senyawa aktif di dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat
pada saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang
terbesar.
b. Sortasi Basah
Sortasi
basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya
dari bahan simplisia.Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu
tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun,
akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang.Tanah mengandung
bermacam-macam mikroba dalam jurnlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan
simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal.
c. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan
pengotoran lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan
dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air sumur atau air PAM. Bahan
simplisia yang mengandung zat yang mudah larut di dalam air yang mengalir,
pencucian agar dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin. Pencucian
sayur-sayuran satu kali dapat menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal, jika
dilakukan pencucian sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya
42% dari jumlah mikroba awal. Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia dari
semua mikroba karena air pencucian yang digunakan biasanya mengandung juga
sejumlah mikroba.Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan
jumlah rnikroba awal simplisia.Misalnya jika air yang digunakan untuk pencucian
kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat bertambah dan air
yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat menipercepat pertumbuhan
mikroba.Bakteri yang umum terdapat dalam air adalah Pseudomonas, Proteus, Micrococcus, Bacillus, Streptococcus,
Enterobacter dan Escherishia.Pada
simplisia akar, batang atau buah dapat pula dilakukan pengupasan kulit luarnya
untuk mengurangi jumlah mikroba awal karena sebagian besar jumlah mikroba
biasanya terdapat pada permukaan bahan simplisia. Bahan yang telah dikupas
tersebut mungkin tidak memerlukan pencucian jika cara pengupasannya dilakukan
dengan tepat dan bersih.
d. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses
perajangan. Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses
pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan
langsung dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari.Perajangan
dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga
diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki.
Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin
cepat penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan
yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat
berkhasiat yang mudah menguap.Sehingga mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang
diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia seperti temulawak, temu giring,
jahe, kencur dan bahan sejenis lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis
untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri. Selama perajangan seharusnya
jumlah mikroba tidak bertambah.Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk
mengurangi pewarnaan akibat reaksi antara bahan dan logam pisau.Pengeringan
dilakukan dengan sinar matahari selama satu hari.
e. Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia
yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.
Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah
penurunan mutu atau perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia
pada kadar tertentu dapat merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad
reniklainnya. Enzim tertentu dalam sel, masih dapat bekerja, menguraikan
senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan selama bahan simplisia tersebut masih
mengandung kadar air tertentu. Pada tumbuhan yang masih hidup pertumbuhan
kapang dan reaksi enzimatik yang merusak itu tidak terjadi karena adanya
keseimbangan antara proses-proses metabolisme, yakni proses sintesis,
transformasi dan penggunaan isi sel. Keseimbangan ini hilang segera setelah sel
tumbuhan mati. Sebelum tahun 1950, sebelum bahan dikeringkan, terhadap bahan
simplisia tersebut lebih dahulu dilakukan proses stabilisasi yaitu proses untuk
menghentikan reaksi enzimatik. Cara yang lazim dilakukan pada saat itu,
merendam bahan simplisia dengan etanol 70% atau dengan mengaliri uap panas.
Dari hasil penelitian selanjutnya diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak
berlangsung bila kadar air dalam simplisia kurang dari 10%.
Hal-ha1 yang perlu diperhatikan selama proses
pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu
pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia tidak
dianjurkan menggunakan alat dari plastik. Selama proses pengeringan bahan
simplisia, faktor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh
simplisia kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan. Cara
pengeringan yang salah dapat mengakibatkan terjadinya “Face hardening”,
yakni bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal
ini dapat disebabkan oleh irisan bahan simplisia yang terlalu tebal, suhu
pengeringan yang terlalu tinggi, atau oleh suatu keadaan lain yang menyebabkan
penguapan air permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari dalam
ke permukaan tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi keras dan menghambat
pengeringan selanjutnya. “Face hardening” dapat mengakibatkan kerusakan
atau kebusukan di bagian dalarn bahan yang dikeringkan.
Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan
cara pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 30o
sampai 90° C, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 60°C. Bahan
simplisia yang mengandung senyawa aktif yang tidak tahan panas atau mudah
menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 300
sampai 450 C, atau dengan cara pengeringan vakum yaitu dengan
mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau lemari pengeringan, sehingga
tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga tergantung pada bahan simplisia,cara
pengeringan, dan tahap tahap selama pengeringan. Kelembaban akan menurun selama
berlangsungnya proses pengeringan. Berbagai cara pengeringan telah dikenal dan
digunakan orang. Pada dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan
secara alamiah dan buatan.
a. Pengeringan Alamiah
Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam
bagian tanaman yang dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan :
1. Dengan panas
sinar matahari langsung
Cara ini
dilakitkan untuk mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu,
kulit kayu, biji dan sebagainya, dan rnengandung senyawa aktif yang relatif
stabil. Pengeringan dengan sinar matahari yang banyak dipraktekkan di Indonesia
merupakan suatu cara yang mudah dan murah, yang dilakukan dengan cara
membiarkan bagian yang telah dipotong-potong di udara terbuka di atas
tampah-tampah tanpa kondisi yang terkontrol sepertl suhu, kelembaban dan aliran
udara. Dengan cara ini kecepatan pengeringan sangat tergantung kepada keadaan
iklim, sehingga cara ini hanya baik dilakukan di daerah yang udaranya panas
atau kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan. Hujan atau cuaca yang
mendung dapat memperpanjang waktu pengeringan sehingga memberi kesempatan pada
kapang atau mikroba lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia tersebut kering. FTDC (Food
Technology Development Center IPB) telah merancang dan membuat suatu alat
pengering dengan menggunakan sinar matahari, sinar matahari tersebut ditampung
pada permukaan yang gelap dengan sudut kemiringan tertentu. Panas ini kemudian
dialirkan keatas rak-rak pengering yang diberi atap tembus cahaya di atasnya
sehingga rnencegah bahan menjadi basah jika tiba-tiba turun hujan. Alat ini
telah digunakan untuk mengeringkan singkong yang telah dirajang dengan demikian
dapat pula digunakan untuk mengeringkan simplisia.
2.
Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan
dengan sinar matahari
langsung. Cara ini
terutama digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman yang lunak seperti bunga,
daun, dan sebagainya dan mengandung senyawa aktif mudah menguap.
b.
Pengeringan
Buatan
Kerugian
yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan sinar matahari dapat
diatasi jika melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan menggunakan suatu alat atau
mesin pengering yang suhu kelembaban, tekanan dan aliran udaranya dapat diatur.
Prinsip pengeringan buatan adalah sebagai berikut: “udara dipanaskan oleh suatu
sumber panas seperti lampu, kompor, mesin disel atau listrik, udara panas
dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan atau lemari yang berisi bahan yang akan
dikeringkan yang telah disebarkan di atas rak-rak pengering”. Dengan prinsip
ini dapat diciptakan suatu alat pengering yang sederhana, praktis dan murah
dengan hasil yang cukup baik.
Dengan menggunakan pengeringan buatan
dapat diperoleh simplisia dengan mutu yang lebih baik karena pengeringan akan
lebih merata dan waktu pengeringan akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh
keadaan cuaca. Sebagai contoh misalnya jika kita membutuhkan waktu 2 sampai 3
hari untuk penjemuran dengan sinar matahari sehingga diperoleh simplisia kering
dengan kadar air 10% sampai 12%, dengan menggunakan suatu alat pengering dapat
diperoleh simplisia dengan kadar air yang sama dalam waktu 6 sampai 8 jam.
f. Sortasi Kering
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan
simplisia.Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti
bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang
masih ada dan tertinggal pada sirnplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum
sirnplisia dibungkus untuk kernudian disimpan. Seperti halnya pada sortasi
awal, sortasi disini dapat dilakukan dengan atau secara mekanik.Pada simplisia
bentuk rimpang sering jurnlah akar yang melekat pada rimpang terlampau besar
dan harus dibuang. Demikian pula adanya partikel-partikel pasir, besi dan
benda-benda tanah lain yang tertinggal harus dibuang sebelum simplisia.
g. Penyimpanan dan Pengepakan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan dan pengepakan simplisia
adalah sebagai berikut:
a.
Pengawetan
Simplisia
nabati atau simplisia hewani harus dihindarkan dari serangga atau cemaran atau
mikroba dengan penambahan kloroform, CCl4, eter atau pemberian bahan atau
penggunaan cara yang sesuai, sehingga tidak meninggalkan sisa yang membahayakan
kesehatan.
b.
Wadah
Wadah adalah
tempat penyimpanan artikel dan dapat berhubungan langsung atau tidak langsung
dengan artikel.Wadah langsung (wadah primer) adalah wadah yang langsung
berhubungan dengan artikel sepanjang waktu.Sedangkan wadah yang tidak
bersentuhan langsung dengan artikel disebut wadah sekunder.
Wadah dan
sumbatnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan didalamnya baik secara
fisika maupun kimia, yang dapat mengakibatkan perubahan kekuatan, mutu atau
kemurniannya hingga tidak memenuhi persyaratan resmi.
Wadah
tertutup baik harus melindungi isi terhadap masuknya bahan padat dan mencegah
kehilangan bahan selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan dan distribusi.
c.
Suhu Penyimpanan
Dingin : Suhu tidak lebih dari 80C,
Lemari pendingin mempunyai suhu antara 20C– 80C, sedangkan lemari pembeku
mempunyai suhu antara -200C dan -100C.
Sejuk : Suhu antara 80C dan 150C.
Kecuali dinyatakan lain, bahan yang harus di simpan pada suhu sejuk dapat
disimpan pada lemari pendingin.
Suhu kamar: Suhu pada ruang kerja.
Suhu kamar terkendali adalah suhu yang di atur antara 150C dan 300C.
Hangat : Hangat adalah suhu
antara 300C dan 400C.
Panas berlebih :Panas berlebih
adalah suhu di atas 400C.
d.
Tanda dan
Penyimpanan
Semua
simplisia yang termasuk daftar narkotika, diberi tanda palang medali berwarna
merah di atas putih dan harus disimpan dalam lemari terkunci.Semua simplisia
yang termasuk daftar obat keras kecuali yang termasuk daftar narkotika, diberi
tanda tengkorak dan harus disimpan dalam lemari terkunci.
e.
Kemurnian Simplisia
Persyaratan
simplisia nabati dan simplisia hewani diberlakukan pada simplisia yang
diperdagangkan, tetapi pada simplisia yang digunakan untuk suatu pembuatan atau
isolasi minyak atsiri, alkaloida, glikosida, atau zat aktif lain, tidak harus
memenuhi persyaratan tersebut.
Persyaratan
yang membedakan strukrur mikroskopik serbuk yang berasal dari simplisia nabati
atau simplisia hewani dapat tercakup dalam masing–masing monografi, sebagai
petunjuk identitas, mutu atau kemurniannya.
f.
Benda Asing
Simplisia
nabati dan simplisia hewani tidak boleh mengandung organisme patogen, dan harus
bebas dari cemaran mikro organisme, serangga dan binatang lain maupun kotoran
hewan. Simplisia tidak boleh menyimpang bau dan warna, tidak boleh mengandung
lendir, atau menunjukan adanya kerusakan. Sebelum diserbukkan simplisia nabati
harus dibebaskan dari pasir, debu, atau pengotoran lain yang berasal dari tanah
maupun benda anorganik asing.
Dalam
perdagangan, jarang dijumpai simplisia nabati tanpa terikut atau tercampur
bagian lain, maupun bagian asing, yang biasanya tidak mempengaruhi simplisianya
sendiri. Simplisia tidak boleh mengandung bahan asing atau sisa yang beracun
atau membahayakan kesehatan.Bahan asing termasuk bagian lain tanaman yang tidak
dinyatakan dalam paparan monografi. (Harbone J.B,1987)
2.
Uji Pendahuluan
(Skrining Fitokimia)
a. Preparasi
Sampel
Sampel ditumbuk
halus, kemudian ditambahkan air secukupnya lalu dipanaskan selama 25 menit,
untuk uji alkaloida, pelarut air diganti dengan HCl 5%. Setelah dipanaskan
kemudian disaring dengan kertas saring sehingga diperoleh ekstrak dari sampel.
b. Skrining Fitokimia
1. Uji Alkaloid
Serbuk
simplisia ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2
N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas tangas air selama 2 menit.
Didinginkan lalu disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut:
a) Diambil 3 tetes
filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer menghasilkan endapan
putih/kuning.
b) Diambil 3
tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat menghasilkan
endapan coklat-hitam.
c) Diambil 3 tetes
filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendrof menghasilkan endapan
merah bata. Alkaloida dianggap positif jika terjadi endapan atau paling sedikit
dua atau tiga dari percobaan diatas.
2.
Uji Flavonoida
Serbuk
simplisia ditimbang sebanyak 10 gram kemudian ditambahkan 100 ml air panas,
dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Filtrat yang
diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 gram serbuk Mg dan 1 ml
HCl pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida
positif jika terjadi warna merah, kuning dan jingga pada lapisan amil.
3.
Uji Tanin
Sebanyak
0,5 gram sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya
diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan lalu
ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi Besi (III) Klorida. Terjadi warna biru
atau hijau kehitaman menunjukkan adany
4. Uji
Saponin
Sebanyak 0,5 gram sampel dimasukkan
kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan
kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Terbentuk buih atau busa yang
selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm. Pada penambahan 1 tetes
larutan HCl 2 N, apabila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin.
5.
Uji Steroida/Triterpenoida
Sebanyak 1 gram sampel imaserasi dengan 20 ml
n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap.
Pada sisa ditambahkan 2 tetesasam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat
pekat. Timbul warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru
menunjukkan adanya steroida triterpenoida.(Fendy mondong.R,dkk,2015)
3.
Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat
aktif dari bagian tanaman obat. Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk
menarik komponen kimia yang terdapat dalam.
Proses
pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan
menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif,
zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat
akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi
keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel.
Terdapat dua
jenis metode ekstraksi yaitu, ekstraksi secara dingin dan ekstraksi secara
panas.
a. Ekstraksi
secara dingin :
1.
Metode masarasi
2.
Metode sochletasi
3.
Metode perkolasi
b. Ekstraksi
secara panas
1.
Metode refluks
2.
Metode destilasi uap
a. Maserasi
Metode
maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang dilakukan dengan
cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada
temperatur yang terlindung oleh cahaya.
Maserasi dilakukan untuk penyarian
simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari,
tidak mengandung bahan yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak
mengandung benzoin, stirak, dan lan-lain.
Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur 15o-20o C
dalam waktu selama 3 hari sampai bahan-bahan yang larut , melarut. Pada umumnya
maserasi dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia dengan derajat kehalusan
yang cocok, dimasukan kedalam bejan kemudian dituangi dangan 75 bagian cairan
penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya, sambil
berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari diserkai, ampas diperas. Pada ampas
ditambah cairan penyari secukupnya, diaduk dan diserkai sehingga
diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup dan dibiarkan
ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari kemudian endapan
dipisahkan.
Macam-macam
maserasi :
a.
Maserasi digesti
Maserasi yang dilakukan dengan
menggunakan pemanasan lemah suhu 40-500C, untuk komponen kimia yang
tahan terhadap pemanasan.
b.
Maserasi dengan mesin pengaduk
Penggunaan mesin pengaduk yang dapat
berputar terus menerus dapat mempercepat proses ekstraksi sehingga dalam waktu
6-24 jam maserasi dapat selesai.
c.
Maserasi remaserasi
Maserasi remaserasi adalah penyarian
yang dilakukan dengan mambagi dua cairan penyari yang digunakan kemudian
seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah
dienap tuangkan dan diperas ampasnya dimaserasi kembali dengan cairan penyari
kedua.
d.
Maserasi melingkar
Maserasi
melingkar adalah penyarian yang dilakukan dengan menggunakan cairan penyari
yang selalu bergerak dan menyebar (berkesinambungan) sehingga kejenuhan cairan
penyari merata.
e.
Maserasi melingkar bertingkat
Maserasi melingkar bertingkat adalah
sama dengan maserasi melingkar tapi pada maserasi melingkar bertingkat
dilengkapi dengan beberpa bejana penampungan sehingga tingkat kejenuhan cairan
penyari setiap bejana berbeda-beda.
Prinsip maserasi adalah penyarian zat
aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari
yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya,
cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan
larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di
luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti
oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa
tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di
luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan
penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan
filtratnya dipekatkan.
Keuntungan cara penyarian dengan
maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan
mudah diusahakan.Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan
penyariannya kurang sempurna.(Harbone J.B,1987)
b.
Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyaring
melalui serbuk simplisia yang telah di basahi. Keuntungan metode ini adalah
tidak memerlukan langkah tambahn yaitu sampel padat (marc) telah terpisah dari
ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau
terbatas dibandingkan dengan metode refluks.dan pelarut menjadi dingn selama
proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien.
c. Sochletasi
Sochletasi merupakan penyarian simplisia secara
berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan
penyari terkondensasi menjadi molekul-moleku air oleh pendingin balik dan turun
menyari simplisia dalam selongsong dan selanjutnya masuk kembali kedalam labu
alas bulat setelah melewati pipa sifon. Keuntungan metode ini adalah dapat
digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap
pemanasan secara langsung. Kerugian metode ini adalah jumlha total
senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutanya dalam pelarut
tertentu, sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut
yang lebih banyak untuk melarutkannya.(Tim penyusun penuntun praktikum
fitokimia,2016)
4.
Partisi Ekstrak (Ekstraksi Cair-cair)
Ekstraksi
cair - cair merupakan suatu metode ekstraksi yang menggunakan corong pisah
sehingga biasa juga disebut dengan ekstraksi corong pisah.
Ekstraksi
cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia diantara dua fase
pelarut yang tidak dapat saling bercampur kata lain perbandingan konsentrasi
zat terlarut dalam pelarut organik, dan pelarut air dimana sebagian komponen
larut pada fase pertama dan sebagiannya lagi larut pada fase kedua. Kedua fase
yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi
pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase zat cair. Komponen kimia akan
terpisah ke dalam dua fasa tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya
dengan perbandingan konsentrasi yang tetap.
Corong pisah
adalah peralatan laboratorium yang digunakan dalam ekstraksi cair-cair untuk
memisahkan komponen-komponen dalam suatu campuran antara dua fase pelarut
dengan densitas yang berbeda yang tak tercampur.Corong pemisah berbentuk
kerucut yang ditutupi setengah bola, mempunyai penyumbat di atasnya dan di
bawahnya. Corong pemisah yang digunakan dalam laboratorium terbuat dari kaca
borosilikat dan kerannya terbuat dari kaca ataupun teflon. Ukuran corong
pemisah bervariasi antara 50 ml sampai 3 L. Dalam skala industri, corong
pemisah bisa berukuran sangat besar dan dipasang sentrifuge.
Untuk
memakai corong ini, campuran dan dua fase pelarut dimasukkan kedalam corong
dari atas dengan corong keran ditutup.Corong ini kemudian ditutup dan digoyang
dengan kuat untuk membuat dua fase larutan tercampur.Corong ini kemudian
dibalik dan keran dibuka untuk melepaskan tekanan uap yang berlebihan.Corong
ini kemudian didiamkan agar pemisahan antara dua fase berlangsung.Penyumbat dan
keran corong kemudian dibuka dan dua fase larutan ini dipisahkan dengan
mengontrol keran corong.
Umunya salah
satu fase berupa larutan air dan yang lainnya berupa organiklipofilik seperti
eter, MTBE, diklorometana, kloroforom, ataupun etilasetat.Kebanyakan pelarut
organik berada di atas fase air kecuali pelarut yang memiliki atom dari unsur
halogen. Pemisahan ini didasarkan pada tiap bobot dari fraksi, fraksi yang
lebih berat akan berada pada bagian dasar sementara fraksi yang lebih ringan
akan berada di atas. Tujuannya untuk memisahkan golongan utama kandungan yang
satu dari kandungan yang lain. Senyawa yang bersifat polar akan masuk ke
pelarut polar dan senyawa non polar akan masuk ke pelarut non polar.
Terjadinya proses pemisahan dapat
dengan cara :
1. Adsorpsi -
Adsorpsi komponen atau senyawa diantara permukaan padatan dengan cairan (solid
liquid interface) - Agar terjadi pemisahan dengan baik, maka komponen-komponen
tersebut harus mempunyai afinitas yang berbeda terhadap adsorben dan ada
interaksi antara komponen dengan adsorben
2. Partisi -
Fase diam dan fase gerak berupa cairan yang tidak saling bercampur Senyawa yang
akan dipisahkan akan berpartisi antara fase diam dan fase gerak. Karena fase
diam memberikan daerah yang sangat luas bagi fase gerak, maka pemisahan
berlangsung lebih baik.
Prinsip
ekstraksi cair-cair adalah dilakukan dengan cara pemisahan komponen kimia
diantara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur. Dimana sebagian komponen
larut pada fase pertama, dan sebagian larut pada fase kedua.Lalu kedua fase
yang mengandung zat terdispersi dikocok, dan didiamkan sampai terjadi pemisahan
sempurna dan terbentuk dua lapisan.Yakni fase cair dan komponen kimi yang
terpisah.
5.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Dengan memakai KLT, pemisahan senyawa yang amat berbeda
seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintetik, kompleks anorganik –
organik, dan bahkan ion anorganik, dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan
alat yang harganya tidak terlalu mahal. Jumlah cuplikan serendah beberap
mikrogram atau setinggi 5 gram dapat ditangani, bergantung pada alat yang ada
gejala kromatografi yang terlibat. Kelebihan KLT yang lain ialah pemakaian
pelarut dan cuplikan yang jumlahnya sedikit, kemungkinan penotolan cuplikan
berganda (saling membandingkan langsung cuplikan praktis).
Pada hakikatnya KLT melibatkan dua peubah: sifat fase
diam atau sifat lapisan, dan sifat fase gerak atau campuran pelarut pengembang.
Fase diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penjerap
(Kromatografi cair padat) atau berfungsi sebagai penyannga untuk lapisan zat
cair (kromatorafi cair-cair). Fase diam KLT sering disebut penjerap,
walaupun berfungsi sebagai penyannga untuk zat cair di dalam sistem
kromatigrafi cair-cair. Hampir segala macam serbuk dapat dan telah dipakai
sebagai penjerap pada KLT, tetapi kita akan membatasi pembahasan kita pada
empat penjerap yang paling umum dipkai yaitu silika gel (asam silikat), alumina
(aluminium oksida),keiselgur (tanah diatome), dan selulosa. Fase gerak dapat
berupa hampir segala macam pelarutatau campuran pelarut.
Prinsip dari KLT adalah pemisahan komponen kimia
berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam
(adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase
gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama
sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda
berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya
pemisahan.
Pada metode KLT proses isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap
dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yangakan bergerak
mengikuti kepolaran eluen, oleh karena daya serapan adsorben terhadap komponen
kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga
hal inilah yang menyebabkan pemisahan.
Prinsip
Penampakan Noda
1. Pada UV 254 nm
Pada UV 254 nm, lempeng akan berfluoresensi sedangkan sampel
akan tampak berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nmadalah karena
adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indicator fluoresensi yang
terdapat pada lempeng.Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya
yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika electron yang tereksitasi dari
tingkat energy dasar ketingkat energy yang lebih tinggi kemudian kembali kekeadaan
semula sambil melepaskan energy.
2. Pada UV 366 nm
Pada UV 366 nm, noda akan berfluoresensi dan lempeng akan
berwarna gelap. Penampakan noda pada UV 366 nm adalah karena adanya daya
interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom
yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisis
cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika electron yang tereksitasi
dari tingkat energy dasar ketingkat energy yang lebih tinggi kemudian kembali
kekeadaan semula sambil melepaskan energy sehingga noda yang tampak pada lampu
UV 366 terlihat terang karena silica gel yang digunakan tidak berfluoresensi
pada sinar UV 366 nm.
3. Penyemprotan H2SO4
Jika noda tidak Nampak pada UV 254 nm dan UV 366 nm
selanjutnya akan disemprotkan dengan larutan H2SO4 10%.
Dibiarkan beberapa saat hingga kering kemudian dipanaskan diatas pemanas
listrik hingga diperoleh warna noda yang stabil, noda-noda yang tampak digambar
dan dihitung nilai Rf-nya. (Gritter J.Roy, dkk, 1991)
B.
Uraian Sampel
1. daun pecut kuda
a. Klasifikasi
Regnum
: Plantae
Divisio
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Lamiales
Familia
: Verbenaceae
Genus
: Starchytarpheta
Spesies
: Starchytarpheta jamaicensis L. Vahl
b. Morfologi
Tanaman pecut kuda adalah salah satu
tanaman liar yang hidup di Indonesia. Tanaman pecut kuda memiliki tinggi antara
1 meter hingga 3 meter. Tanaman ini memiliki daun berwarna hijau sepanjang
tahun di semua musim, daun pecut kuda tersusun secara berlawanan pada batang
utama. Bentuk daunnya adalah mulai dari bulat hingga lonjong dengan tepid daun
bergerigi kecil, dan pangkal daunnya tidak berteore. Permukaan daun pecut kuda
memiliki tekstur berkerut seperti kulit jeruk tetapi kerutannya lebih tajam.
Ukuran daun tidak terlalu besar yaitu lebarnya antara 1-4,5 inci dan panjang
daun antara ¾ -2,5 inci.
c.
Kandungan
Tumbuhan pecut kuda memiliki kandungan senyawa
kimia yaitu, glikosida flavonoid, dan alkaloid.
d.
Manfaat
Tanaman pecut kuda merupakan sebagian tumbuhan
yang banyak manfaat. Mulai daun,bunga, hingga akar, bisa berguna menjadi obat. Bagian
tumbuhan yang berguna : dau, bungadan tangkai, akarnya. Uraian kegunaannya ialah sebgai
berikut:”
1.
Daun
: untuk pengobatan bisul, batuk.
2.
Bunga
dan tangkai : untuk pengobatan radang hati
3.
Akar : untuk pengobatan keputihan
2. Rimpang
jahe
a. Klasifikasi
Regnum
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Zingiber
mill
Species
: Zingiber officinale Roscoe
b. Morfologi
Tanaman sejenis herba tumbuh tegak degan
ketinggian pohon antara 30-60 cm, batang pohon semu, beralur dan memiliki warna
hijau, daun tunggal dan berwarna hijau tua, tangkai daun berbulu halus, helai
daun berbentuk lanset, bagian tepi rata dan bagian ujung runcing, serta pangkal
daun tumpul. Panjang daun antara 20-40 cm dan lebar antara 2-4. Buah berbentuk
bulat hingga bulat panjang, berwarna coklat sedang biji berbentuk bulat dengan
warna hitam. akar berbentuk serabut dengan warna putih kotor
c.
Kandungan
Rimpang jahe mengandung minyak atsiri,
dimana di dalamnya terkandung beberapa senyawa seprti Zingieron, Zingiberon,
limonene, sineol, zingiberal, sitral, felandren, dan borneol, selain itu,
terdapat juga damar, pati, senyawa flavonoid, dan polifenol
d. Manfaat
Salah satu tumbuhan berkhasiat
obat, yang dikenal masyarakat adalah tumbuhan rimpang jahe. Rimpang jahe berkhasiat sebagai obat
melancarkan peredaran darah,
perut kembung, bersifat anti alergi, menangkal radikal bebas, dan peradangan. .(Gembong Tjitrosoepomo,1989)
C. Uraian Bahan
1.
Air Suling
Nama resmi :AQUA DESTILLATA
Nama lain
: Air suling, aquadest
RM/BM : H2O / 18,02
Pemerian
: Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan
:Sebagai pelarut
2.
Asam Asetat
Nama resmi : ACIDUM ACETICUM
Nama lain
: Asam asetat,
cuka
RM/BM
:
CH3COOH / -
Pemerian : Cairan jernih tidak
berwarna, bau menusuk, rasaasam dan tajam
Kelarutan
: Dapat bercampur
dengan air, dengan etanol (95%)p dandengan gliserol p
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan
: Zat tambahan, pereaksi
3. Asam Klorida
Nama resmi :ACIDUM HYDROCHLORIDUM
Nama
lain : Asam klorida
RM/BM :
HCl / 36,46
Pemerian :
Cairan tidak
berwarna,berasap,bau merangsang.jika diencerkan dengan 2 bagian air,asap dan
bau hilang
Penyimpanan : Dalam wadah
tertutup rapat
Kegunaan :Sebagai
pemberi suasana asam.
4. Asam Nitrat
Nama Resmi : ACIDUM NITRICUM
Nama
Lain : Asam Nitrat
RM / BM : HNO3/63,01
Pemerian :
Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, rasa asam
tajam
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, etanol
dan gliserol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai zat tambahan pereaksi
5. Asam Sulfat
Nama
resmi : ACIDUM
SULFURICUM
Nama
lain :
Asam sulfat
RM/BM :
H2SO4/ 98,07
Pemerian : Cairankental
seperti minyak,
korosif, tidak berwarna, jika di
tambahkan kedalam air menimbulkan panas
Penyimpanan :
Dalam wadah
tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pelarut/pereaksi sampel
6. Bismuth
subnitrat
Nama resmi : BISMUTHI SUBNITRAS
Nama lain : Bismuth subnitrat
RM/BM : BiNO3/ -
Pemerian :Serbuk hablur renik: putih,tidak
berbau,tidak berasa,berat.
Kelarutan :Praktis tidak larut dalam air dan
dalam pelarut organic.Larut sempurna dala asam klorida p dan dalam asam nitrat
p.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat,terlindung
dari cahaya.
Kegunaan : Sebagai zat tambahan pereaksi
7. Kloroform
Nama resmi : CHLOROFORMUM
Nama lain : kloroform
RM/BM : CHCl3/119,38
Jarak didih : Tidak lebih dari 5,0% v/v tersuling pada
suhu dibawah 60° sisa tersuling pada suhu antara 60° dan 62°
Kegunaan : Sebagai pelarut
8.
Hidrargirum (II) klorida
Nama
Resmi :
HYDRARGRYI BICHLORIDUM
Nama
Lain : Merkurium (II) Klorida
RM /
BM : HgCl2 / 271,52
Pemerian :Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih;
tidak berbau, berat
Kelarutan : Larut dalam 15 bagian
air, dalam 2,1 bagian Air mendidih, dalam 3 bagian etanol (95%) P, dalam 2
bagian etanol (95%) P, mendidih, dalam 20 bagian eter P dan dalam 15
bagian gliserol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan :
Sebagai zat tambahan pereaksi
9. Iodium
Nama resmi : IODIUM
Nama lain
:
Iodium
RM/BM
:
I2/ 126,91
Pemerian :Keping atau butir, berat, mengkilat,
seperti logam, hitam kelabu, bau khas
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan
: Sebagai zat tambahan pereaksi
10. Kalium Iodida
Nama resmi
: KALII IODIDUM
Nama lain
:
Kalium iodida
RM/BM
:
KI / 166,0
Pemerian
:
Hablur heksahedral, transparan, tidak berwarna, opak dan putih, atau serbuk
butiran putih, higroskopik
Penyimpanan
: Dalam wadah
tertutup baik
Kegunaan
:
Sebagai zat tambahan pereaksi
11. Metanol
Nama
resmi :
METANOLUM
Nama
lain : Methanol
RM/BM
: CH2OH/ -
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, bau khas
Kelarutan : Dapat bercampur dengan
air membentukcairan jernih tidak berwarna.
Kegunaan : Sebagai pelarut
12. n-Heksan
Nama
remi : HEXAMINUMUM
Nama lain : Heksamina
RM/BM : C6H12N4 /
140,19
Pemerian :Hablur mengkilap, tidak berwarna atau
serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa membakar, manis kemudian
agakpahit. Jika dipanaskan dalam suhu ±260º C menyublim.
Kelarutan :Larut dalam 1,5
bagian air, dalam 12,5 mletanol(95%)Pdan dalam lebih kurang 10bagian kloroform
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut
13. Pereaksi Besi (III) Klorida
Nama
resmi :
FERROS CHLORIDUM
Nama lain
: Besi (II) Klorida
RM/BM
: FeCl3/ 162,2
Pemerian :
hablur Hitam
kehijauan,bebas warna jingga dari garam hudratyang telah telah terpengaruh oleh
kelembapan.
Kelarutan
: Larut dalam
air,larutan beropalesensi berwarna jingga.
Kegunaaan :
Sebagai
pereaksi (Ditjen POM,1979)
14. Pereaksi
Bouchardat
Komposisi: Dalam
100 ml air mengandung:
Iodium
2 gram
Kalium
Iodida
4 gram
15. Pereaksi Dragendrof
Komposisi :
Dalam 100 ml air mengandung:
Bismuth
Subnitrat
8 gram
Asam
Nitrat
20 ml
Kalium Iodida
27,2 gram
16. Pereaksi Mayer
Komposisi :
Dalam
100 ml air mengandung:
Hidrargirum
(II) Klorida 1,36 gram
Kalium
Iodida
5 gram (Ditjen
POM,1986. )
BAB III
METODE KERJA
A.
Alat dan Bahan Yang Digunakan
1. Alat yang
digunakan
a.
Pengambilan
Sampel
Adapun alat yang digunakan pada pengambilan sampel adalah
kantong plastik, parang, pisau/cutter, gunting, keranjang, kertas koran, dan
timbangan.
a.
Uji
pendahuluan (Skrining fitokimia)
Adapun
alat-alat yang digunakan pada proses skrining fitokimia adalah erlenmeyer,
gelas kimia, gelas ukur, sendok tanduk, dan tabung reaksi.
b.
Ekstraksi
(maserasi)
Adapun alat-alat yang digunakan pada proses maserasi adalah
batang pengaduk, cawan porselin, lakban hitam, dan toples.
c.
Ekstraksi
(perkolasi)
Adapun
alat yang digunakan pada proses perkolasi adalah, botol penampung, corong dan perkolat.
d.
Ekstraksi
(Sochletasi)
Adapun alat yang digunakan pada proses sochletasi adalah
seperangkat alat sochlet
e.
Partisi
ekstrak (Ekstraksi cair-cair)
Adapun alat-alat yang digunakan pada proses ekstraksi
cair-cair adalah botol sampel 10 ml, corong pisah, gelas arloji, gelas ukur,
klem dan statif, dan pipet tetes.
2.
Bahan yang digunakan
Bahan-bahan
yang digunakan antara lain:
Alumunium foil, Aquadest (H2O),Asam asetat (CH3COOH), Asam
klorida (HCl), Asam nitrat (HNO3), Asam sulfat (H2SO4),
Bismuth subnitrat (BiNO3), Kloroform (CHCl3), Hidrargirum
(II) klorida (HgCl2), Iodium (I2), Kalium iodida (KI), Kertas
saring, Methanol (CH2OH), n-Heksan (C6H12N4), Pereaksi Besi (III) Klorida (FeCl3),Simplisia daun pecut kuda (Stachytarpheta
jamacensis L Vahl),Simplisia rimpang jahe (Zingiber officinale Roscoe.)
B.
Metode Kerja
a.
Pengambilan sampel
1.
Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan dalam pengambilan sampel seperti parang,
pisau/cutter, gunting, kantong plastik, keranjang dan kertas koran.
2.
Diambil
sampel tanaman mulai pukul 07.00 sampai 10.00.
3.
Untuk
daun pecut kuda, dipetik daunnya menggunakan tangan dan untuk rimpanj jahe,
diambil rimpang jahe dengan parang kemudian dikeluarkan rimpang dari dalam tanah tersebut mulai dari pangkal batang hingga akar.
4.
Dilakukan
sortasi basah terhadap sampel yang telah diambil untuk memisahkan sampel dengan
bagian tumbuhan lain maupun benda asing
yang ikut.
5.
Ditimbang
sampel untuk mengetahui bobot basah sampel (sebelum pengeringan).
6.
Dicuci
sampel menggunakan air mengalir sampai bersih.
7.
Dilakukan
perajangan dengan cara sampel dipotong kecil-kecil untuk memudahkan saat proses
pengeringan.
8.
Dikeringkan
sampel, untuk daun pecut kuda, cukup diangin-anginkan dan untuk rimpang jahe di
jemur dibawah sinar matahari.
9.
Setelah
sampel kering kemudian dilakukan sortasi kering untuk memisahkan sampel dari
benda asing yang mengikut.
10.
Ditimbang
bobot kering sampel lalu dihitung kadar air dari masing-masing sampel.
11.
Dilakukan
pengepakan dan penyimpanan.
b. Uji Pendahuluan (skrining fitokimia)
a.
Preparasi Sampel
Sampel ditumbuk
halus, kemudian ditambahkan air secukupnya lalu dipanaskan selama 25 menit,
untuk uji alkaloida, pelarut air diganti dengan HCl 5%. Setelah dipanaskan
kemudian disaring dengan kertas saring sehingga diperoleh ekstrak dari sampel.
b.
Skrining Fitokimia
1) Uji Alkaloid
Serbuk
simplisia ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2
N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas tangas air selama 2 menit.
Didinginkan lalu disaring.
Filtrat dipakai
untuk percobaan berikut :
a)
Diambil 3 tetes filtrat, lalu
ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer menghasilkan endapan putih/kuning.
b)
Diambil 3 tetes filtrat, lalu
ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat menghasilkan endapan coklat-hitam.
c)
Diambil 3 tetes filtrat, lalu
ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendrof menghasilkan endapan merah bata.
Alkaloida dianggap positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua atau
tiga dari percobaan diatas.
2) Uji Flavonoida
Serbuk
simplisia ditimbang sebanyak 10 gram kemudian ditambahkan 100 ml air panas,
dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Filtrat yang
diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 gram serbuk Mg dan 1 ml
HCl pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida
positif jika terjadi warna merah, kuning dan jingga pada lapisan amil alkohol.
3) Uji Tanin
Sebanyak 0,5
gram sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan
dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan
1 sampai 2 tetes pereaksi Besi (III) Klorida. Terjadi warna biru atau hijau
kehitaman menunjukkan adanya tanin.
4)
Uji Saponin
Sebanyak 0,5 gram sampel dimasukkan
kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan
kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Terbentuk buih atau busa yang
selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm. Pada penambahan 1 tetes
larutan HCl 2 N, apabila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin.
5)
Uji Steroida/Triterpenoida
Sebanyak 1 gram sampel imaserasi dengan 20
ml n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap.
Pada sisa ditambahkan 2 tetesasam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat
pekat. Timbul warna ung atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru
menunjukkan adanya steroida triterpenoida.
c. Maserasi (
Daun pecut kuda)
a.
Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
b.
Ditimbang
simplisia daun pecut kuda kemudian
dimasukkan kedalam toples.
c.
Dimasukkan
methanol kedalam toples yang telah berisi daun pecut kuda hingga semua
simplisia terendam 5 cm diatas simplisia dan dibiarkan selama 15 menit agar
semua simplisia basah oleh methanol lalu ditutup.
d.
Diaduk
simplisia setiap pagi hari selama beberapa menit.
e.
Setelah
5 x 24 jam, disaring simplisia menggunakan kertas saring lalu hasil saringan
(ekstrak methanol daun pecut kuda) dituang kedalam piring kaca pyrex lalu
diangin-anginkan menggunakan kipas angin hingga diproleh ekstrak kental.
d.
Perkolasi (Daun pecut kuda)
a.
Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan
b.
Ditimbang
simplisiadaun pecut kuda kemudian dimasukkan ke dalam alat perkolat yang
dilapisi kertas saring.
c.
Dimasukkan
pelarut methanol kedalam alat perkolat dan di biarkan simplisia terendam selama
1 jam.
d.
Dialirkan
alat perkolat dengan aliran sedikit demi sedikit sampai 3x pergantian pelarut
e.
Hasil
ektraksi daun pecut kuda di tuang kedalam piring kaca (pyrex) dan di uapkan
hingga diperoleh ekstrak kental.
e. Sochletasi (Rimpang jahe)
a.
Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
b.
Ditimbang
simplisia rimpang jahe kemudian dimasukkan kedalam kertas
saring lalu dibuat seperti kantong teh.
c.
Dimasukkan simplisia
tersebut ke dalam alat sochletasi lalu ditambahkan pelarut metanol secukupnya.
d.
Dilakukan pemanasan hingga diperoleh
hasil sebanyak 22 siklus
f. Partisi
ekstrak (Ekstraksi cair-cair)
a.
Disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan.
b.
Diambil
sedikit ekstrak kental dari simplisia yang telah diekstraksi lalu dilarutkan
dengan sedikit methanol.
c.
Dimasukkan
kedalam corong pisah lalu dimasukkan 2 pelarut yang berbeda kepolarannya dengan
perbendingan 1 : 1, untuk ekstrak daun pecut kuda menggunkan pelarut air dan
dietil eter, sedangkan untuk ekstrak rimpang jahe menggunakan pelarut
methanol dengan dietil eter.
d.
Dikocok
corong pisah selama 15 menit kemudian dipasang pada klem dan statif agar dapat
berdiri sehingga memudahkan saat proses pemisahan pelarut.
e.
Didiamkan
selama beberapa menit hingga 2 pelarut benar-benar terpisah.
f.
Dikeluarkan
pelarut dimulai dari yang berada dilapisan bawah dan dimasukkan kedalam botol
kaca 10 ml. kemudian dilanjutkan dengan pelarut lapisan atas yang dikeluarkan
dan dimasukkan kedalam botol kaca yang berbeda lalu diberi label.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A. Tabel Hasil
Pengamatan
1.
Uji Pendahuluan (Skrining Fitokimia)
Sample
|
Uji
|
|||
No
|
Pengujian
|
Daun pecut kuda
|
Rimpang
Jahe
|
Gambar
|
1.
|
Flavonoid
|
+
|
+
|
|
2.
|
Tanin
|
-
|
-
|
|
3.
|
Saponin
|
+
|
+
|
|
4.
|
Steroid
|
-
|
+
|
|
Keterangan: ( + ) = sampel positif, mengandung metabolit sekunder tersebut
( - )
= sampel negative, tidak mengandung metabolit sekunder tersebut
2. Hasil
Ekstraksi
No
|
Ekstraksi
|
Gambar
|
1.
|
Maserasi Daun Pecut Kuda
|
|
2.
|
Perkolasi Daun Pecut Kuda
|
|
3.
|
Sochletasi Rimpang Jahe
|
|
B. Pembahasan
Sampel yang digunakan yaitu daun pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) dan rimpang jahe (Zingeber
officinale Roscoe). Pada proses pengambilan sampel, sampel dipanen padapagi
hari mulai pukul 07.00 sampai 10.00, hal ini dilakukan karena pada saat
itu tumbuhan masih aktif dalam melakukan fotosintesis sehingga hasil metabolisme dalam tumbuhan
tersebut banyak. Cara panen untuk daun dilakukan dengan cara dipetik
menggunakan tangan agar tidak merusak jaringan atau sel tanaman dan untuk
rimpang menggunakan parang karena rimpang berada dalam tanah. Kemudian
dilanjutkan dengan sortasi basah untuk memisahkan sampel dari tumbuhan lain
atau benda asing yang mengikut. Setelah itu semua sampel dicuci menggunakan air
mengalir agar kotoran-kotoran yang tidak hilang saat sortasi kering dapat ikut
bersama dengan air mengalir dan tidak kembali lagi pada sampel. Setelah semua
sampel bersih kemudian sampel dirajang dengan cara dipotong kecil-kecil
menggunakan gunting untuk daun dan parang untuk rimpang, untuk memudahkan saat proses pengeringan
karena semakin kecil luas permukaan maka semakin cepat pula proses
pengeringannya. Setelah itu sampel dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan untuk daun karena daun memiliki tekstur lunak yang
dikhawatirkan akan rusak bersama dengan kandungan zat aktifnya saat dijemur
dibawah sinar matahari langsung dan rimpang jahe dikeringkan dengan cara
dijemur dibawah sinar matahari langsung karena rimpang jahe memiliki tekstur
keras sehingga tidak rusak jika dikeringkan dibawah sinar matahari langsung,
hal ini juga dapat membantu mempercepat proses pengeringan. Sampel yang telah
kering kemudian disortasi kering untuk memisahkan benda asing yang mengikut
pada sampel saat proses pengeringan, selanjutnya sampel dimasukkan dalam wadah
yang aman lalu disimpan ditempat yang aman dari serangga, tikus, paparan sinar
matahari langsung dan tidak lembab.
Sampel daun pecut kuda diekstraksi
dengan menggunakan metode maserasi dan metode perkolasi sedangkan utuk sampel rimpang jahe diekstraksi
dengan menggunakan metode sochletasi .Masing-masing
sampel diekstraksi dengan pelarut metanol. Pemilihan
metode ekstraksi maserasi dan perkolasi dalam penyarian daun pecut kuda yaitu karena
maserasi dan perkolasi merupakan cara penyarian yang sangat sederhana. Selain
itu, sangat cocok untuk menarik zat-zat yang terkandung dalam sampel dan
dapat dilihat bahwa tekstur dari sampel memiliki tekstur lunak dan
dikhawatirkan jika menggunakan metode ekstraksi dengan menggunakan pemanasan
akan merusak senyawa yang terkandung dalam sampel tersebut sehingga dalam
menarik senyawa yang terkandung dalam sampel tersebut yang paling cocok
digunakan dengan menggunakan metode maserasi dan perkolasi. Dalam mengekstraksi sampel digunakan
cairan penyari metanol,karena metanol merupakan penyari yang bersifat semi
polar sehingga dapat menarik zat-zat dalam sampel baik yang bersifat
polar maupun yang bersifat non polar. Hasil maserasi
dan perkolasi yang diperoleh lalu diuapkan hingga diperoleh ekstrak kental.
Setelah melalui dilakukan uji
pendahuluan (skrining fitokimia) diperoleh hasil bahwa zat yang terkandung
dalam daun pecut kuda adalah flavonoid dan saponin. Sedangkan pada rimpang jahe
diperoleh hasil bahwa zat yang terkandung dalam rimpang jahe adalah flavonoid dan
saponin.
Dalam partisi
ekstrak dilakukan ekstraksi cair-cair (ECC) untuk memisahkan zat-zat dalam
sampel yang bersifat polar dan non polar. Digunakan ECC karena hasil ekstraksi
sampel dalam bentuk cairan kental dan bukan dalam keadaan kering. Sampel yang
akan di ECC diambil sedikit dari ekstrak kental kemudian dilarutkan dengan
sedikit metanol untuk memudahkan proses pemisahan zat polar dan non polar saat
dilakukan pengocokan. Pada proses ECC digunakan 2 pelarut dengan perbandingan
yang sama. Untuk ECC daun pecut
kuda digunakan pelarut air dan n-heksan (1:4), dan untuk rimpang jahe digunakan
pelarut metanol dan kloroform (1:4). Digunakan 2 pelarut tersebut untuk
memudahkan proses pemisahan zat-zat yang bersifat polar dan non polar. Zat polar akan larut dengan pelarut
polar, dan zat non polar akan larut dengan pelarut non polar. Air merupakan
pelarut polar, metanol merupakan pelarut semi polar dan mendekati polar,
sedangkan kloroform dan n-heksan merupakan pelarut non polar. Setelah dilakukan
ECC menggunakan corong pisah kemudian hasil pemisahan tersebut dimasukkan dalam
botol kaca kecil.
BAB VI
PENUTUP
1. Kesimpulan
Setelah dilakukan pengamatan dilaboratorium, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1)
Sampel Daun pecut kuda (Stachytarpheta
jamaicensis L. Vahl) diekstraksi
dengan metode maserasi dan perkolasi
sedangkan sampel rimpang jahe ( Zingeber
officinale Roscoe) diekstraksi dengan cara sochletasi
2) Dari hasil identifikasi yang
telah diuji terbukti bahwa Daun
pecut
kuda (Stachytarpheta
jamaicensis L. Vahl) positif
mengandung komponen kimia flavanoid dan saponin. Sedangkan sampel rimpang jahe ( Zingeber
officinale Roscoe) positif mengandung flavonoid dan Saponin
2. Saran
Kritik dan saran yang bersifat membangun serta
bimbingan dari asisten sangat kami butuhkan agar kami bias lebih baik lagi
kedepannya baik dalam kegiatan praktikum maupun dalam penyusunan laporan.
Pengambilan
sampel Rimpang jahe (Zingiber officinale
Roscoe)
Proses pengolahan simplisia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar