Kamis, 27 Oktober 2016

laporan fitokimia




LAPORAN PRAKTIKUM

FITOKIMIA
Daun pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis L Vahl) dan Rimpang jahe (Zingiber officinale Roscoe)

        



 OLEH :

KELOMPOK 2
         
LISTIAWATI



AKADEMI FARMASI SANDI KARSA
 MAKASSAR
2016






BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan ternyata tidak mampu begitu saja menghilangkan arti pengobatan tradisional.Apalagi keadaan perekonomian Indonesia saat ini yang mengakibatkan harga obat-obatan moderen menjadi mahal.Oleh karena itu salah satu alternatif pengobatan yang dilakukan adalah meningkatkan penggunaan tumbuhan berkhasiat obat di kalangan masyarakat.Agar peranan obat tradisional dalam pelayanan kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan, perlu dilakukan upaya pengenalan, penelitian, pengujian dan pengembangan khasiat dan keamanan suatu tumbuhan obat.Pengetahuan tentang tumbuhan obat merupakan warisan budaya bangsa yang turun-temurun.
Fitokimia adalah cabang ilmu pengetahuan alam yang membahas mengenai kandungan kimia bahan alam. Di dalamnya dipelajari cara-cara mengekstraksi, mengisolasi dan mengidentifikasi kandungan kimia bahan alam. Bahan alam adalah salah satu sumber bahan obat berasal dari darat atau laut yang perlu digali, diteliti dan dikembangkan agar kelestarianpenggunaannya dalam masyarakat semakin meningkat. Salah satu pengembangan bahan alam ialah mempelajari kandungan kimia tersebut.
Tumbuhan obat mengandung bahan aktif penting terutama dari senyawa metabolit sekunder dengan struktur-struktur yang unik dan bervariasi, yang dikembangkan lebih jauh dengan meninjau hubungan gugus aktif senyawa dengan reseptor penyakit dalam tubuh.Secara umum metabolit sekunder dalam bahan alam hayati berdasarkan sifat dan reaksi khasnya dengan pereaksi tertentu yaitu alkaloid, terpenoid atau steroid, flavonoid, fenolik, saponindan kumarin.
Diantara tumbuhan tersebut, yang sering digunakan sebagai obat adalah tumbuhan pecut kuda (Stacytarpheta jamaicensis L Vahl) dan jahe (Zingiber officinale Roscoe). Secara tradisional tumbuhan pecut kuda digunakan sebagai obat untuk bisul, batuk, dan radang tenggorokan. Sedangkan tumbuhan jahe digunakan sebagai obat melancarkan peredaran darah, perut kembung, bersifat anti alergi, menangkal radikal bebas, dan peradangan,
Bahan alam yang diperkirakan mengandung bahan aktif, setelah melalui uji pendahuluan skrining fitokimia kemudian diekstraksi.  Dari hasil ini, dapat diminimalkan senyawa yang akan diisolasi lebih lanjut untuk digunakan sebagai zat aktif dalam berbagai pengobatan.
B.  Maksud Percobaan
1.   Untuk mengetahui dan memahami metode-metode ekstraksi secara umum.
2.   Untuk mengetahui dan memahami cara identifikasi senyawa metabolit sekunder dari suatu tumbuhan obat.
C.        Tujuan Percobaan
Untuk mengekstraksi senyawa metabolit sekunder dari daun pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis L Vahl) dan Rimpang jahe (Zingiber officinale Roscoe) dengan menggunakan metode maserasi dan perkolasi dari daun pecut kuda dan metode sochletasi pada rimpang jahe.
D.        Prinsip Percobaan
1.      Skrining Fitokimia
Sampel daun pecut kuda dan kulit rimpang jahe yang telah dibuat ekstrak masing-masing ditimbang 0,5 gram , selanjutnya ditambahkan dengan beberapa pereaksi yang cocok untuk mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam daun pecut kuda dan rimpang jahe.
2.      Ekstraksi Sampel
Sampel daun pecut kuda diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi  dengan cara merendam sampel selama 5 x 24 jam menggunakan pelarut metanol dan diaduk tiap pagi dan sore atau diaduk sesering mungkin. Sedangkan sampel rimpang jahe diekstraksi dengan menggunakan metode sochletasi menggunakan pelarut metanol dan dilakukan sebanyak 22 siklus
3.      Ekstraksi Cair-cair
Ekstrak daun pecut kuda diekstraksi cair-cair dengan menggunakan corong pisah dengan menggunakan penyari n-heksan dan air dengan perbandingan n-heksan : air = 4 : 1. Dan rimpang jahe diekstraksi cair-cair dengan menggunakan corong pisah dengan menggunakan penyari kloroform dan air dengan perbandingan kloform :air = 4 : 1.  Hasil dari ekstraksi cair-cair tersebut kemudian disimpan dalam botol kaca yang telah disediakan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.       Teori Ringkas
1.         Pembuatan Simplisia
      Pembuatan simplisia dilakukan melalui beberapa tahap, meliputi :
a.      Pengumpulan Bahan Baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman yang digunakan., waktu panen. Dan ingkungan tempat tumbuh.Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar.
b.      Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia.Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang.Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam jurnlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal.
c.       Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air sumur atau air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah larut di dalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin. Pencucian sayur-sayuran satu kali dapat menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal, jika dilakukan pencucian sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah mikroba awal. Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia dari semua mikroba karena air pencucian yang digunakan biasanya mengandung juga sejumlah mikroba.Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah rnikroba awal simplisia.Misalnya jika air yang digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat menipercepat pertumbuhan mikroba.Bakteri yang umum terdapat dalam air adalah Pseudomonas, Proteus, Micrococcus, Bacillus, Streptococcus, Enterobacter dan Escherishia.Pada simplisia akar, batang atau buah dapat pula dilakukan pengupasan kulit luarnya untuk mengurangi jumlah mikroba awal karena sebagian besar jumlah mikroba biasanya terdapat pada permukaan bahan simplisia. Bahan yang telah dikupas tersebut mungkin tidak memerlukan pencucian jika cara pengupasannya dilakukan dengan tepat dan bersih.
d.       Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan langsung dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari.Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki.
Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap.Sehingga mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia seperti temulawak, temu giring, jahe, kencur dan bahan sejenis lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri. Selama perajangan seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah.Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi pewarnaan akibat reaksi antara bahan dan logam pisau.Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari selama satu hari.
e.       Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad reniklainnya. Enzim tertentu dalam sel, masih dapat bekerja, menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan selama bahan simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu. Pada tumbuhan yang masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik yang merusak itu tidak terjadi karena adanya keseimbangan antara proses-proses metabolisme, yakni proses sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel. Keseimbangan ini hilang segera setelah sel tumbuhan mati. Sebelum tahun 1950, sebelum bahan dikeringkan, terhadap bahan simplisia tersebut lebih dahulu dilakukan proses stabilisasi yaitu proses untuk menghentikan reaksi enzimatik. Cara yang lazim dilakukan pada saat itu, merendam bahan simplisia dengan etanol 70% atau dengan mengaliri uap panas. Dari hasil penelitian selanjutnya diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak berlangsung bila kadar air dalam simplisia kurang dari 10%.
Hal-ha1 yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia tidak dianjurkan menggunakan alat dari plastik. Selama proses pengeringan bahan simplisia, faktor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh simplisia kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan. Cara pengeringan yang salah dapat mengakibatkan terjadinya “Face hardening”, yakni bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih basah. Hal ini dapat disebabkan oleh irisan bahan simplisia yang terlalu tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi, atau oleh suatu keadaan lain yang menyebabkan penguapan air permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari dalam ke permukaan tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi keras dan menghambat pengeringan selanjutnya. “Face hardening” dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di bagian dalarn bahan yang dikeringkan.
Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 30o sampai 90° C, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 60°C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 300 sampai 450 C, atau dengan cara pengeringan vakum yaitu dengan mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau lemari pengeringan, sehingga tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga tergantung pada bahan simplisia,cara pengeringan, dan tahap tahap selama pengeringan. Kelembaban akan menurun selama berlangsungnya proses pengeringan. Berbagai cara pengeringan telah dikenal dan digunakan orang. Pada dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan secara alamiah dan buatan.
a.  Pengeringan Alamiah
Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan :
1.   Dengan panas sinar matahari langsung
     Cara ini dilakitkan untuk mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji dan sebagainya, dan rnengandung senyawa aktif yang relatif stabil. Pengeringan dengan sinar matahari yang banyak dipraktekkan di Indonesia merupakan suatu cara yang mudah dan murah, yang dilakukan dengan cara membiarkan bagian yang telah dipotong-potong di udara terbuka di atas tampah-tampah tanpa kondisi yang terkontrol sepertl suhu, kelembaban dan aliran udara. Dengan cara ini kecepatan pengeringan sangat tergantung kepada keadaan iklim, sehingga cara ini hanya baik dilakukan di daerah yang udaranya panas atau kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan. Hujan atau cuaca yang mendung dapat memperpanjang waktu pengeringan sehingga memberi kesempatan pada kapang atau mikroba lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia tersebut kering. FTDC (Food Technology Development Center IPB) telah merancang dan membuat suatu alat pengering dengan menggunakan sinar matahari, sinar matahari tersebut ditampung pada permukaan yang gelap dengan sudut kemiringan tertentu. Panas ini kemudian dialirkan keatas rak-rak pengering yang diberi atap tembus cahaya di atasnya sehingga rnencegah bahan menjadi basah jika tiba-tiba turun hujan. Alat ini telah digunakan untuk mengeringkan singkong yang telah dirajang dengan demikian dapat pula digunakan untuk mengeringkan simplisia.
2.       Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari langsung. Cara ini terutama digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman yang lunak seperti bunga, daun, dan sebagainya dan mengandung senyawa aktif mudah menguap.
b.          Pengeringan Buatan
           Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan sinar matahari dapat diatasi jika melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan menggunakan suatu alat atau mesin pengering yang suhu kelembaban, tekanan dan aliran udaranya dapat diatur. Prinsip pengeringan buatan adalah sebagai berikut: “udara dipanaskan oleh suatu sumber panas seperti lampu, kompor, mesin disel atau listrik, udara panas dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan atau lemari yang berisi bahan yang akan dikeringkan yang telah disebarkan di atas rak-rak pengering”. Dengan prinsip ini dapat diciptakan suatu alat pengering yang sederhana, praktis dan murah dengan hasil yang cukup baik.
           Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan mutu yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebagai contoh misalnya jika kita membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari untuk penjemuran dengan sinar matahari sehingga diperoleh simplisia kering dengan kadar air 10% sampai 12%, dengan menggunakan suatu alat pengering dapat diperoleh simplisia dengan kadar air yang sama dalam waktu 6 sampai 8 jam.
f.       Sortasi Kering
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia.Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal pada sirnplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum sirnplisia dibungkus untuk kernudian disimpan. Seperti halnya pada sortasi awal, sortasi disini dapat dilakukan dengan atau secara mekanik.Pada simplisia bentuk rimpang sering jurnlah akar yang melekat pada rimpang terlampau besar dan harus dibuang. Demikian pula adanya partikel-partikel pasir, besi dan benda-benda tanah lain yang tertinggal harus dibuang sebelum simplisia.
g.      Penyimpanan dan Pengepakan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan dan pengepakan simplisia adalah sebagai berikut:
a.       Pengawetan
Simplisia nabati atau simplisia hewani harus dihindarkan dari serangga atau cemaran atau mikroba dengan penambahan kloroform, CCl4, eter atau pemberian bahan atau penggunaan cara yang sesuai, sehingga tidak meninggalkan sisa yang membahayakan kesehatan.
b.      Wadah
Wadah adalah tempat penyimpanan artikel dan dapat berhubungan langsung atau tidak langsung dengan artikel.Wadah langsung (wadah primer) adalah wadah yang langsung berhubungan dengan artikel sepanjang waktu.Sedangkan wadah yang tidak bersentuhan langsung dengan artikel disebut wadah sekunder.
Wadah dan sumbatnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan didalamnya baik secara fisika maupun kimia, yang dapat mengakibatkan perubahan kekuatan, mutu atau kemurniannya hingga tidak memenuhi persyaratan resmi.
Wadah tertutup baik harus melindungi isi terhadap masuknya bahan padat dan mencegah kehilangan bahan selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan dan distribusi.
c.       Suhu Penyimpanan
Dingin : Suhu tidak lebih dari 80C, Lemari pendingin mempunyai suhu antara 20C– 80C, sedangkan lemari pembeku mempunyai suhu antara -200C dan -100C.
Sejuk : Suhu antara 80C dan 150C. Kecuali dinyatakan lain, bahan yang harus di simpan pada suhu sejuk dapat disimpan pada lemari pendingin.
Suhu kamar: Suhu pada ruang kerja. Suhu kamar terkendali adalah suhu yang di atur antara 150C dan 300C.
Hangat : Hangat adalah suhu antara 300C dan 400C.
Panas berlebih :Panas berlebih adalah suhu di atas 400C.
d.       Tanda dan Penyimpanan
Semua simplisia yang termasuk daftar narkotika, diberi tanda palang medali berwarna merah di atas putih dan harus disimpan dalam lemari terkunci.Semua simplisia yang termasuk daftar obat keras kecuali yang termasuk daftar narkotika, diberi tanda tengkorak dan harus disimpan dalam lemari terkunci.
e.       Kemurnian Simplisia  
Persyaratan simplisia nabati dan simplisia hewani diberlakukan pada simplisia yang diperdagangkan, tetapi pada simplisia yang digunakan untuk suatu pembuatan atau isolasi minyak atsiri, alkaloida, glikosida, atau zat aktif lain, tidak harus memenuhi persyaratan tersebut.
Persyaratan yang membedakan strukrur mikroskopik serbuk yang berasal dari simplisia nabati atau simplisia hewani dapat tercakup dalam masing–masing monografi, sebagai petunjuk identitas, mutu atau kemurniannya.
f.       Benda Asing
Simplisia nabati dan simplisia hewani tidak boleh mengandung organisme patogen, dan harus bebas dari cemaran mikro organisme, serangga dan binatang lain maupun kotoran hewan. Simplisia tidak boleh menyimpang bau dan warna, tidak boleh mengandung lendir, atau menunjukan adanya kerusakan. Sebelum diserbukkan simplisia nabati harus dibebaskan dari pasir, debu, atau pengotoran lain yang berasal dari tanah maupun benda anorganik asing.
Dalam perdagangan, jarang dijumpai simplisia nabati tanpa terikut atau tercampur bagian lain, maupun bagian asing, yang biasanya tidak mempengaruhi simplisianya sendiri. Simplisia tidak boleh mengandung bahan asing atau sisa yang beracun atau membahayakan kesehatan.Bahan asing termasuk bagian lain tanaman yang tidak dinyatakan dalam paparan monografi. (Harbone J.B,1987)




2.       Uji Pendahuluan (Skrining Fitokimia)
a.   Preparasi Sampel
Sampel ditumbuk halus, kemudian ditambahkan air secukupnya lalu dipanaskan selama 25 menit, untuk uji alkaloida, pelarut air diganti dengan HCl 5%. Setelah dipanaskan kemudian disaring dengan kertas saring sehingga diperoleh ekstrak dari sampel.
b.  Skrining Fitokimia
1.  Uji Alkaloid
            Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan  9 ml air suling, dipanaskan diatas tangas air selama 2 menit. Didinginkan lalu disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut:
a)    Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer menghasilkan endapan putih/kuning.
b)     Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat menghasilkan endapan coklat-hitam.
c)    Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendrof menghasilkan endapan merah bata. Alkaloida dianggap positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua atau tiga dari percobaan diatas.
2.    Uji Flavonoida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 10 gram kemudian ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Filtrat yang diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 gram serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning dan jingga pada lapisan amil.
3.                  Uji Tanin
              Sebanyak 0,5 gram sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi Besi (III) Klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adany
4.      Uji Saponin
        Sebanyak 0,5 gram sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Terbentuk buih atau busa yang selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm. Pada penambahan 1 tetes larutan HCl 2 N, apabila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin.
5.   Uji Steroida/Triterpenoida
   Sebanyak 1 gram sampel imaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 2 tetesasam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan adanya steroida triterpenoida.(Fendy mondong.R,dkk,2015)
3.         Ekstraksi
  Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam.
Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel.
Terdapat dua jenis metode ekstraksi yaitu, ekstraksi secara dingin dan ekstraksi secara panas.
a.   Ekstraksi secara dingin :
1.         Metode masarasi
2.         Metode sochletasi
3.         Metode perkolasi

b.   Ekstraksi secara panas
1.         Metode refluks
2.         Metode destilasi uap
a.   Maserasi
        Metode maserasi  merupakan cara penyarian yang sederhana, yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur yang terlindung oleh cahaya.
        Maserasi dilakukan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung bahan yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak, dan lan-lain.
        Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur 15o-20o C  dalam waktu selama 3 hari sampai bahan-bahan yang larut , melarut. Pada umumnya maserasi dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia dengan derajat kehalusan yang cocok, dimasukan kedalam bejan kemudian dituangi dangan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari diserkai, ampas diperas. Pada ampas ditambah cairan penyari secukupnya, diaduk  dan diserkai sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup dan dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari kemudian endapan dipisahkan.
Macam-macam maserasi :  
a.          Maserasi digesti
        Maserasi yang dilakukan dengan menggunakan pemanasan lemah suhu 40-500C, untuk komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan.
b.         Maserasi dengan mesin pengaduk 
        Penggunaan mesin pengaduk yang dapat berputar terus menerus dapat mempercepat proses ekstraksi sehingga dalam waktu 6-24 jam maserasi dapat selesai.
c.          Maserasi remaserasi
        Maserasi remaserasi adalah penyarian yang dilakukan dengan mambagi dua cairan penyari yang digunakan kemudian seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah dienap tuangkan dan diperas ampasnya dimaserasi kembali dengan cairan penyari kedua.
d.          Maserasi melingkar
Maserasi melingkar adalah penyarian yang dilakukan dengan menggunakan cairan penyari yang selalu bergerak dan menyebar (berkesinambungan) sehingga kejenuhan cairan penyari merata.
e.          Maserasi melingkar bertingkat
        Maserasi melingkar bertingkat adalah sama dengan maserasi melingkar tapi pada maserasi melingkar bertingkat dilengkapi dengan beberpa bejana penampungan sehingga tingkat kejenuhan cairan penyari setiap bejana berbeda-beda.
        Prinsip maserasi adalah penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
        Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan.Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna.(Harbone J.B,1987)
b.      Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyaring melalui serbuk simplisia yang telah di basahi. Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahn yaitu sampel padat (marc) telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks.dan pelarut menjadi dingn selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien.
c.       Sochletasi
        Sochletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-moleku air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam selongsong dan selanjutnya masuk kembali kedalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon. Keuntungan metode ini adalah dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung. Kerugian metode ini adalah jumlha total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutanya dalam pelarut tertentu, sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya.(Tim penyusun penuntun praktikum fitokimia,2016)
4.         Partisi Ekstrak (Ekstraksi Cair-cair)
Ekstraksi cair - cair merupakan suatu metode ekstraksi yang menggunakan corong pisah sehingga biasa juga disebut dengan ekstraksi corong pisah.
Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia diantara dua fase pelarut yang tidak dapat saling bercampur kata lain perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam pelarut organik, dan pelarut air dimana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagiannya lagi larut pada fase kedua. Kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase zat cair. Komponen kimia akan terpisah ke dalam dua fasa tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap.
Corong pisah adalah peralatan laboratorium yang digunakan dalam ekstraksi cair-cair untuk memisahkan komponen-komponen dalam suatu campuran antara dua fase pelarut dengan densitas yang berbeda yang tak tercampur.Corong pemisah berbentuk kerucut yang ditutupi setengah bola, mempunyai penyumbat di atasnya dan di bawahnya. Corong pemisah yang digunakan dalam laboratorium terbuat dari kaca borosilikat dan kerannya terbuat dari kaca ataupun teflon. Ukuran corong pemisah bervariasi antara 50 ml sampai 3 L. Dalam skala industri, corong pemisah bisa berukuran sangat besar dan dipasang sentrifuge.
Untuk memakai corong ini, campuran dan dua fase pelarut dimasukkan kedalam corong dari atas dengan corong keran ditutup.Corong ini kemudian ditutup dan digoyang dengan kuat untuk membuat dua fase larutan tercampur.Corong ini kemudian dibalik dan keran dibuka untuk melepaskan tekanan uap yang berlebihan.Corong ini kemudian didiamkan agar pemisahan antara dua fase berlangsung.Penyumbat dan keran corong kemudian dibuka dan dua fase larutan ini dipisahkan dengan mengontrol keran corong.
Umunya salah satu fase berupa larutan air dan yang lainnya berupa organiklipofilik seperti eter, MTBE, diklorometana, kloroforom, ataupun etilasetat.Kebanyakan pelarut organik berada di atas fase air kecuali pelarut yang memiliki atom dari unsur halogen. Pemisahan ini didasarkan pada tiap bobot dari fraksi, fraksi yang lebih berat akan berada pada bagian dasar sementara fraksi yang lebih ringan akan berada di atas. Tujuannya untuk memisahkan golongan utama kandungan yang satu dari kandungan yang lain. Senyawa yang bersifat polar akan masuk ke pelarut polar dan senyawa non polar akan masuk ke pelarut non polar.
Terjadinya proses pemisahan dapat dengan cara :
1.      Adsorpsi - Adsorpsi komponen atau senyawa diantara permukaan padatan dengan cairan (solid liquid interface) - Agar terjadi pemisahan dengan baik, maka komponen-komponen tersebut harus mempunyai afinitas yang berbeda terhadap adsorben dan ada interaksi antara komponen dengan adsorben
2.      Partisi - Fase diam dan fase gerak berupa cairan yang tidak saling bercampur Senyawa yang akan dipisahkan akan berpartisi antara fase diam dan fase gerak. Karena fase diam memberikan daerah yang sangat luas bagi fase gerak, maka pemisahan berlangsung lebih baik.
Prinsip ekstraksi cair-cair adalah dilakukan dengan cara pemisahan komponen kimia diantara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur. Dimana sebagian komponen larut pada fase pertama, dan sebagian larut pada fase kedua.Lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, dan didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan.Yakni fase cair dan komponen kimi yang terpisah.
5.      Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Dengan memakai KLT, pemisahan senyawa yang amat berbeda seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintetik, kompleks anorganik – organik, dan bahkan ion anorganik, dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat yang harganya tidak terlalu mahal. Jumlah cuplikan serendah beberap mikrogram atau setinggi 5 gram dapat ditangani, bergantung pada alat yang ada gejala kromatografi yang terlibat. Kelebihan KLT yang lain ialah pemakaian pelarut dan cuplikan yang jumlahnya sedikit, kemungkinan penotolan cuplikan berganda (saling membandingkan langsung cuplikan praktis).
Pada hakikatnya KLT melibatkan dua peubah: sifat fase diam atau sifat lapisan, dan sifat fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fase diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penjerap (Kromatografi cair padat) atau berfungsi sebagai penyannga untuk lapisan zat cair (kromatorafi cair-cair). Fase diam  KLT sering disebut penjerap, walaupun berfungsi sebagai penyannga untuk zat cair di dalam sistem kromatigrafi cair-cair. Hampir segala macam serbuk dapat dan telah dipakai sebagai penjerap pada KLT, tetapi kita akan membatasi pembahasan kita pada empat penjerap yang paling umum dipkai yaitu silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida),keiselgur (tanah diatome), dan selulosa. Fase gerak dapat berupa hampir segala macam pelarutatau campuran pelarut.
Prinsip dari KLT adalah pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan.
Pada metode KLT  proses isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yangakan bergerak mengikuti kepolaran eluen, oleh karena daya serapan adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan.
Prinsip Penampakan Noda
1.      Pada UV 254 nm
Pada UV 254 nm, lempeng akan berfluoresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nmadalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indicator fluoresensi yang terdapat pada lempeng.Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika electron yang tereksitasi dari tingkat energy dasar ketingkat energy yang lebih tinggi kemudian kembali kekeadaan semula sambil melepaskan energy.
2.      Pada UV 366 nm
Pada UV 366 nm, noda akan berfluoresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisis cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika electron yang tereksitasi dari tingkat energy dasar ketingkat energy yang lebih tinggi kemudian kembali kekeadaan semula sambil melepaskan energy sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silica gel yang digunakan tidak berfluoresensi pada sinar UV 366 nm.
3.   Penyemprotan H2SO4
Jika noda tidak Nampak pada UV 254 nm dan UV 366 nm selanjutnya akan disemprotkan dengan larutan H2SO4 10%. Dibiarkan beberapa saat hingga kering kemudian dipanaskan diatas pemanas listrik hingga diperoleh warna noda yang stabil, noda-noda yang tampak digambar dan dihitung nilai Rf-nya. (Gritter J.Roy, dkk, 1991)
















B.  Uraian Sampel
1. daun pecut kuda  
a.   Klasifikasi
Regnum             :  Plantae  
Divisio              :  Magnoliophyta  
Kelas                 :  Magnoliopsida
Ordo                  :  Lamiales  
Familia              :  Verbenaceae
Genus                :  Starchytarpheta
Spesies              :  Starchytarpheta jamaicensis L. Vahl
b.    Morfologi
Tanaman pecut kuda adalah salah satu tanaman liar yang hidup di Indonesia. Tanaman pecut kuda memiliki tinggi antara 1 meter hingga 3 meter. Tanaman ini memiliki daun berwarna hijau sepanjang tahun di semua musim, daun pecut kuda tersusun secara berlawanan pada batang utama. Bentuk daunnya adalah mulai dari bulat hingga lonjong dengan tepid daun bergerigi kecil, dan pangkal daunnya tidak berteore. Permukaan daun pecut kuda memiliki tekstur berkerut seperti kulit jeruk tetapi kerutannya lebih tajam. Ukuran daun tidak terlalu besar yaitu lebarnya antara 1-4,5 inci dan panjang daun antara ¾ -2,5 inci.
c.       Kandungan
      Tumbuhan pecut kuda memiliki kandungan senyawa kimia yaitu, glikosida flavonoid, dan alkaloid.
d.      Manfaat
      Tanaman pecut kuda merupakan sebagian tumbuhan yang banyak manfaat. Mulai daun,bunga,  hingga akar, bisa berguna menjadi obat. Bagian tumbuhan yang berguna : dau, bungadan tangkai,  akarnya. Uraian kegunaannya ialah sebgai berikut:”
1.      Daun                                  : untuk pengobatan bisul, batuk.
2.      Bunga dan tangkai             : untuk pengobatan radang hati
3.      Akar                                   : untuk pengobatan keputihan
2. Rimpang jahe
a.   Klasifikasi
Regnum             :  Plantae
Divisi                :  Spermatophyta
Kelas                 :  Magnoliopsida
Ordo                  :  Zingiberales
Famili                :  Zingiberaceae
Genus                :  Zingiber mill
Species              :  Zingiber officinale Roscoe
                  b.      Morfologi
         Tanaman sejenis herba tumbuh tegak degan ketinggian pohon antara 30-60 cm, batang pohon semu, beralur dan memiliki warna hijau, daun tunggal dan berwarna hijau tua, tangkai daun berbulu halus, helai daun berbentuk lanset, bagian tepi rata dan bagian ujung runcing, serta pangkal daun tumpul. Panjang daun antara 20-40 cm dan lebar antara 2-4. Buah berbentuk bulat hingga bulat panjang, berwarna coklat sedang biji berbentuk bulat dengan warna hitam. akar berbentuk serabut dengan warna putih kotor
c.       Kandungan
Rimpang jahe mengandung minyak atsiri, dimana di dalamnya terkandung beberapa senyawa seprti Zingieron, Zingiberon, limonene, sineol, zingiberal, sitral, felandren, dan borneol, selain itu, terdapat juga damar, pati, senyawa flavonoid, dan polifenol

d.      Manfaat            
Salah satu tumbuhan berkhasiat obat, yang dikenal masyarakat adalah tumbuhan  rimpang jahe. Rimpang jahe  berkhasiat sebagai obat melancarkan peredaran darah, perut kembung, bersifat anti alergi, menangkal radikal bebas, dan peradangan. .(Gembong Tjitrosoepomo,1989)





















C.  Uraian Bahan
1.   Air  Suling
Nama resmi          :AQUA DESTILLATA
Nama lain             : Air suling, aquadest
RM/BM                : H2O / 18,02
Pemerian              : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa
Penyimpanan        : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan             :Sebagai pelarut

2.    Asam Asetat
Nama resmi          : ACIDUM ACETICUM
Nama lain             :  Asam asetat, cuka
RM/BM                : CH3COOH / -
Pemerian              : Cairan jernih tidak berwarna, bau menusuk, rasaasam dan tajam
Kelarutan             : Dapat bercampur dengan air, dengan etanol (95%)p dandengan gliserol p
Penyimpanan        : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan             : Zat tambahan, pereaksi








3. Asam Klorida
Nama resmi         :ACIDUM HYDROCHLORIDUM
Nama lain            : Asam klorida
RM/BM               : HCl / 36,46
Pemerian              : Cairan tidak berwarna,berasap,bau merangsang.jika diencerkan dengan 2 bagian air,asap dan bau hilang
Penyimpanan       : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan            :Sebagai pemberi suasana asam.
4.   Asam Nitrat
Nama Resmi         : ACIDUM NITRICUM
Nama Lain           : Asam Nitrat
RM / BM              : HNO3/63,01
Pemerian               : Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, rasa     asam tajam
Kelarutan                         : Dapat bercampur dengan air, etanol dan gliserol
Penyimpanan        : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan             : Sebagai zat tambahan pereaksi
5.  Asam Sulfat
Nama resmi          : ACIDUM SULFURICUM
Nama lain             : Asam sulfat
RM/BM                : H2SO4/ 98,07
Pemerian              : Cairankental seperti minyak, korosif, tidak berwarna, jika di tambahkan kedalam air menimbulkan panas
Penyimpanan        : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan             : Sebagai pelarut/pereaksi sampel


6.   Bismuth subnitrat
Nama resmi          : BISMUTHI SUBNITRAS
Nama lain             : Bismuth subnitrat
RM/BM                : BiNO3/ -
Pemerian              :Serbuk hablur renik: putih,tidak berbau,tidak berasa,berat.
Kelarutan             :Praktis tidak larut dalam air dan dalam pelarut organic.Larut sempurna dala asam klorida p dan dalam asam nitrat p.
Penyimpanan        : Dalam wadah tertutup rapat,terlindung dari cahaya.
Kegunaan             : Sebagai zat tambahan pereaksi
7.   Kloroform
Nama resmi          : CHLOROFORMUM
Nama lain            : kloroform
RM/BM               : CHCl3/119,38
Jarak didih           : Tidak lebih dari 5,0% v/v tersuling pada suhu dibawah 60° sisa tersuling pada suhu antara 60° dan 62°
Kegunaan            : Sebagai pelarut







8.    Hidrargirum (II) klorida
Nama Resmi         : HYDRARGRYI BICHLORIDUM
Nama Lain           : Merkurium (II) Klorida
RM / BM              : HgCl2 / 271,52
Pemerian               :Hablur  tidak  berwarna  atau serbuk  hablur  putih; tidak berbau, berat
Kelarutan                         : Larut  dalam 15 bagian air, dalam 2,1 bagian Air mendidih, dalam 3 bagian etanol (95%) P, dalam 2 bagian etanol (95%) P, mendidih, dalam 20 bagian eter  P dan dalam 15 bagian gliserol.
Penyimpanan        : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan           : Sebagai zat tambahan pereaksi
9.      Iodium
Nama resmi          : IODIUM
Nama lain             : Iodium
RM/BM                : I2/ 126,91
Pemerian              :Keping atau butir, berat, mengkilat, seperti logam, hitam kelabu, bau khas
Penyimpanan        : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan             : Sebagai zat tambahan pereaksi
10.     Kalium Iodida
Nama resmi             : KALII IODIDUM
Nama lain               : Kalium iodida
RM/BM                  : KI / 166,0
Pemerian                 : Hablur heksahedral, transparan, tidak berwarna, opak dan putih, atau serbuk butiran putih, higroskopik
Penyimpanan          : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan               : Sebagai zat tambahan pereaksi
11.  Metanol
Nama resmi             : METANOLUM
Nama lain               : Methanol
RM/BM                   : CH2­OH/  -
Pemerian                 : Cairan jernih tidak berwarna, bau khas
Kelarutan                : Dapat   bercampur   dengan air membentukcairan jernih tidak berwarna.
Kegunaan               : Sebagai pelarut

12.  n-Heksan
Nama remi              : HEXAMINUMUM
Nama lain               : Heksamina
RM/BM                  : C6H12N4 / 140,19
Pemerian                  :Hablur   mengkilap,   tidak   berwarna   atau serbuk   hablur  putih,  tidak   berbau,  rasa membakar, manis kemudian agakpahit. Jika dipanaskan dalam suhu ±260º C menyublim.
Kelarutan                :Larut   dalam  1,5 bagian air, dalam 12,5 mletanol(95%)Pdan dalam lebih kurang 10bagian kloroform
Penyimpanan          : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan               : Sebagai pelarut






13.  Pereaksi Besi (III) Klorida
Nama resmi             : FERROS CHLORIDUM
Nama lain               : Besi (II) Klorida
RM/BM                  : FeCl3/ 162,2
Pemerian                 : hablur Hitam kehijauan,bebas warna jingga dari garam hudratyang telah telah terpengaruh oleh kelembapan.
Kelarutan                : Larut dalam air,larutan beropalesensi berwarna jingga.
Kegunaaan            : Sebagai pereaksi (Ditjen POM,1979)
14.  Pereaksi Bouchardat
Komposisi:      Dalam 100 ml air mengandung:
                        Iodium                                     2 gram
                        Kalium Iodida                          4 gram
15.  Pereaksi Dragendrof
                 Komposisi   :     
Dalam 100 ml air mengandung:
Bismuth Subnitrat                    8 gram
Asam Nitrat                             20 ml
Kalium Iodida                          27,2 gram

16.  Pereaksi Mayer
                 Komposisi  
                 Dalam 100 ml air mengandung:
               Hidrargirum (II) Klorida          1,36 gram
               Kalium Iodida                          5 gram  (Ditjen POM,1986.  )


BAB III
METODE KERJA

A.     Alat dan Bahan Yang Digunakan
1.    Alat yang digunakan
a.          Pengambilan Sampel
Adapun alat yang digunakan pada pengambilan sampel adalah kantong plastik, parang, pisau/cutter, gunting, keranjang, kertas koran, dan timbangan.
a.              Uji pendahuluan (Skrining fitokimia)
Adapun alat-alat yang digunakan pada proses skrining fitokimia adalah erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur, sendok tanduk, dan tabung reaksi.
b.              Ekstraksi (maserasi)
Adapun alat-alat yang digunakan pada proses maserasi adalah batang pengaduk, cawan porselin, lakban hitam, dan toples.
c.                Ekstraksi (perkolasi)
Adapun alat yang digunakan pada proses perkolasi adalah, botol penampung, corong dan  perkolat.
d.               Ekstraksi (Sochletasi)
Adapun alat yang digunakan pada proses sochletasi adalah seperangkat alat sochlet
e.             Partisi ekstrak (Ekstraksi cair-cair)
Adapun alat-alat yang digunakan pada proses ekstraksi cair-cair adalah botol sampel 10 ml, corong pisah, gelas arloji, gelas ukur, klem dan statif, dan pipet tetes.


2.      Bahan yang digunakan
Bahan-bahan yang digunakan antara lain: Alumunium foil, Aquadest (H2O),Asam asetat (CH3COOH), Asam klorida (HCl), Asam nitrat (HNO3), Asam sulfat (H2SO4), Bismuth subnitrat (BiNO3), Kloroform (CHCl3), Hidrargirum (II) klorida (HgCl2), Iodium (I2), Kalium iodida (KI), Kertas saring, Methanol (CH2OH), n-Heksan (C6H12N4), Pereaksi Besi (III) Klorida (FeCl3),Simplisia  daun pecut kuda (Stachytarpheta jamacensis L Vahl),Simplisia rimpang jahe (Zingiber officinale Roscoe.)

B.        Metode Kerja
a.      Pengambilan sampel
1.      Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam pengambilan sampel seperti parang, pisau/cutter, gunting, kantong plastik, keranjang dan kertas koran.
2.      Diambil sampel tanaman mulai pukul 07.00 sampai 10.00.
3.      Untuk daun pecut kuda, dipetik daunnya menggunakan tangan dan untuk rimpanj jahe, diambil  rimpang jahe dengan parang kemudian dikeluarkan rimpang dari dalam tanah  tersebut mulai dari pangkal batang hingga akar.
4.      Dilakukan sortasi basah terhadap sampel yang telah diambil untuk memisahkan sampel dengan bagian  tumbuhan lain maupun benda asing yang ikut.
5.      Ditimbang sampel untuk mengetahui bobot basah sampel (sebelum pengeringan).
6.      Dicuci sampel menggunakan air mengalir sampai bersih.
7.      Dilakukan perajangan dengan cara sampel dipotong kecil-kecil untuk memudahkan saat proses pengeringan.
8.      Dikeringkan sampel, untuk daun pecut kuda, cukup diangin-anginkan dan untuk rimpang jahe di jemur  dibawah sinar matahari.
9.      Setelah sampel kering kemudian dilakukan sortasi kering untuk memisahkan sampel dari benda asing yang mengikut.
10.  Ditimbang bobot kering sampel lalu dihitung kadar air dari masing-masing sampel.
11.  Dilakukan pengepakan dan penyimpanan.

b.       Uji Pendahuluan (skrining fitokimia)
a.       Preparasi Sampel
Sampel ditumbuk halus, kemudian ditambahkan air secukupnya lalu dipanaskan selama 25 menit, untuk uji alkaloida, pelarut air diganti dengan HCl 5%. Setelah dipanaskan kemudian disaring dengan kertas saring sehingga diperoleh ekstrak dari sampel.
b.      Skrining Fitokimia
1)      Uji Alkaloid
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 gram kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan  9 ml air suling, dipanaskan diatas tangas air selama 2 menit. Didinginkan lalu disaring.

Filtrat dipakai untuk percobaan berikut :
a)         Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer menghasilkan endapan putih/kuning.
b)         Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat menghasilkan endapan coklat-hitam.
c)         Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendrof menghasilkan endapan merah bata. Alkaloida dianggap positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua atau tiga dari percobaan diatas.
2)      Uji Flavonoida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 10 gram kemudian ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Filtrat yang diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 gram serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning dan jingga pada lapisan amil alkohol.
3)      Uji Tanin
Sebanyak 0,5 gram sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi Besi (III) Klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin.
4)      Uji Saponin
      Sebanyak 0,5 gram sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Terbentuk buih atau busa yang selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm. Pada penambahan 1 tetes larutan HCl 2 N, apabila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin.
5)      Uji Steroida/Triterpenoida
      Sebanyak 1 gram sampel imaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 2 tetesasam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna ung atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan adanya steroida triterpenoida.
c.       Maserasi ( Daun pecut kuda)
a.       Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b.      Ditimbang simplisia daun pecut kuda  kemudian dimasukkan kedalam toples.
c.       Dimasukkan methanol kedalam toples yang telah berisi daun pecut kuda hingga semua simplisia terendam 5 cm diatas simplisia dan dibiarkan selama 15 menit agar semua simplisia basah oleh methanol lalu ditutup.
d.      Diaduk simplisia setiap pagi hari selama beberapa menit.
e.       Setelah 5 x 24 jam, disaring simplisia menggunakan kertas saring lalu hasil saringan (ekstrak methanol daun pecut kuda) dituang kedalam piring kaca pyrex lalu diangin-anginkan menggunakan kipas angin hingga diproleh ekstrak kental.
d.      Perkolasi (Daun pecut kuda)
a.       Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b.      Ditimbang simplisiadaun pecut kuda kemudian dimasukkan ke dalam alat perkolat yang dilapisi kertas saring.
c.       Dimasukkan pelarut methanol kedalam alat perkolat dan di biarkan simplisia terendam selama 1 jam.
d.      Dialirkan alat perkolat dengan aliran sedikit demi sedikit sampai 3x pergantian pelarut
e.       Hasil ektraksi daun pecut kuda di tuang kedalam piring kaca (pyrex) dan di uapkan hingga diperoleh ekstrak kental.
                                              
e.        Sochletasi (Rimpang jahe)
a.       Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b.      Ditimbang simplisia rimpang jahe kemudian dimasukkan kedalam kertas saring lalu dibuat seperti kantong teh.
c.       Dimasukkan simplisia tersebut ke dalam alat sochletasi lalu ditambahkan pelarut metanol secukupnya.
d.      Dilakukan pemanasan hingga diperoleh hasil sebanyak 22 siklus
f.       Partisi ekstrak (Ekstraksi cair-cair)
a.       Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b.      Diambil sedikit ekstrak kental dari simplisia yang telah diekstraksi lalu dilarutkan dengan sedikit methanol.
c.       Dimasukkan kedalam corong pisah lalu dimasukkan 2 pelarut yang berbeda kepolarannya dengan perbendingan 1 : 1, untuk ekstrak daun pecut kuda menggunkan pelarut air dan dietil eter, sedangkan untuk ekstrak rimpang jahe  menggunakan pelarut methanol dengan dietil eter.
d.      Dikocok corong pisah selama 15 menit kemudian dipasang pada klem dan statif agar dapat berdiri sehingga memudahkan saat proses pemisahan pelarut.
e.       Didiamkan selama beberapa menit hingga 2 pelarut benar-benar terpisah.
f.       Dikeluarkan pelarut dimulai dari yang berada dilapisan bawah dan dimasukkan kedalam botol kaca 10 ml. kemudian dilanjutkan dengan pelarut lapisan atas yang dikeluarkan dan dimasukkan kedalam botol kaca yang berbeda lalu diberi label.

















BAB IV
HASIL PENGAMATAN

A.    Tabel Hasil Pengamatan
1.      Uji Pendahuluan (Skrining Fitokimia)



Sample
Uji

No
Pengujian
Daun pecut kuda
Rimpang
Jahe
Gambar
1.
Flavonoid

+

 


+


 







2.
Tanin

-
   

 


-





 





3.
Saponin
+

 


+



 






4.
Steroid
-
+


 





Keterangan:  ( + ) = sampel positif, mengandung metabolit sekunder tersebut
                       ( - ) = sampel negative, tidak mengandung metabolit sekunder tersebut


2.      Hasil Ekstraksi

No
Ekstraksi
Gambar
1.
Maserasi Daun Pecut Kuda



2.
Perkolasi Daun Pecut Kuda


3.
Sochletasi Rimpang Jahe


B.     Pembahasan
Sampel yang digunakan yaitu daun pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) dan rimpang jahe  (Zingeber officinale Roscoe). Pada proses pengambilan sampel, sampel dipanen padapagi hari mulai  pukul 07.00 sampai 10.00, hal ini dilakukan karena pada saat itu tumbuhan masih aktif dalam melakukan fotosintesis sehingga hasil metabolisme dalam tumbuhan tersebut banyak. Cara panen untuk daun  dilakukan dengan cara dipetik menggunakan tangan agar tidak merusak jaringan atau sel tanaman dan untuk rimpang menggunakan parang karena rimpang berada dalam tanah. Kemudian dilanjutkan dengan sortasi basah untuk memisahkan sampel dari tumbuhan lain atau benda asing yang mengikut. Setelah itu semua sampel dicuci menggunakan air mengalir agar kotoran-kotoran yang tidak hilang saat sortasi kering dapat ikut bersama dengan air mengalir dan tidak kembali lagi pada sampel. Setelah semua sampel bersih kemudian sampel dirajang dengan cara dipotong kecil-kecil menggunakan gunting untuk daun dan parang untuk rimpang,  untuk memudahkan saat proses pengeringan karena semakin kecil luas permukaan maka semakin cepat pula proses pengeringannya.  Setelah itu sampel dikeringkan dengan cara diangin-anginkan untuk daun karena daun memiliki tekstur  lunak yang dikhawatirkan akan rusak bersama dengan kandungan zat aktifnya saat dijemur dibawah sinar  matahari langsung dan rimpang jahe dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari langsung karena rimpang jahe memiliki tekstur keras sehingga tidak rusak jika dikeringkan dibawah sinar matahari langsung, hal ini juga dapat membantu mempercepat proses pengeringan. Sampel yang telah kering kemudian disortasi kering untuk memisahkan benda asing yang mengikut pada sampel saat proses pengeringan, selanjutnya sampel dimasukkan dalam wadah yang aman lalu disimpan ditempat yang aman dari serangga, tikus, paparan sinar matahari langsung dan tidak lembab.
Sampel daun pecut kuda diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dan metode perkolasi sedangkan utuk sampel rimpang jahe diekstraksi dengan menggunakan  metode sochletasi .Masing-masing sampel diekstraksi dengan pelarut metanol. Pemilihan metode ekstraksi maserasi dan perkolasi dalam penyarian daun pecut kuda yaitu karena maserasi dan perkolasi merupakan cara penyarian yang sangat sederhana. Selain itu, sangat cocok untuk menarik zat-zat yang terkandung dalam sampel dan dapat dilihat bahwa tekstur dari sampel memiliki tekstur lunak dan dikhawatirkan jika menggunakan metode ekstraksi dengan menggunakan pemanasan akan merusak senyawa yang terkandung dalam sampel tersebut sehingga dalam menarik senyawa yang terkandung dalam sampel tersebut yang paling cocok digunakan dengan menggunakan metode maserasi dan perkolasi. Dalam mengekstraksi sampel digunakan cairan penyari metanol,karena metanol merupakan penyari yang bersifat semi polar sehingga dapat menarik zat-zat dalam sampel baik yang bersifat polar maupun yang bersifat non polar. Hasil maserasi dan perkolasi yang diperoleh lalu diuapkan hingga diperoleh ekstrak kental.
Setelah melalui dilakukan uji pendahuluan (skrining fitokimia) diperoleh hasil bahwa zat yang terkandung dalam daun pecut kuda adalah flavonoid dan saponin. Sedangkan pada rimpang jahe diperoleh hasil bahwa zat yang terkandung dalam rimpang jahe adalah flavonoid dan saponin.
Dalam partisi ekstrak dilakukan ekstraksi cair-cair (ECC) untuk memisahkan zat-zat dalam sampel yang bersifat polar dan non polar. Digunakan ECC karena hasil ekstraksi sampel dalam bentuk cairan kental dan bukan dalam keadaan kering. Sampel yang akan di ECC diambil sedikit dari ekstrak kental kemudian dilarutkan dengan sedikit metanol untuk memudahkan proses pemisahan zat polar dan non polar saat dilakukan pengocokan. Pada proses ECC digunakan 2 pelarut dengan perbandingan yang sama. Untuk ECC daun pecut kuda digunakan pelarut air dan n-heksan (1:4), dan untuk rimpang jahe digunakan pelarut metanol dan kloroform (1:4). Digunakan 2 pelarut tersebut untuk memudahkan proses pemisahan zat-zat yang bersifat polar dan  non polar. Zat polar akan larut dengan pelarut polar, dan zat non polar akan larut dengan pelarut non polar. Air merupakan pelarut polar, metanol merupakan pelarut semi polar dan mendekati polar, sedangkan kloroform dan n-heksan merupakan pelarut non polar. Setelah dilakukan ECC menggunakan corong pisah kemudian hasil pemisahan tersebut dimasukkan dalam botol kaca kecil.


















BAB VI
PENUTUP


1.      Kesimpulan
Setelah dilakukan pengamatan dilaboratorium, maka dapat disimpulkan bahwa :
1)   Sampel Daun pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) diekstraksi dengan metode maserasi dan perkolasi sedangkan  sampel rimpang jahe ( Zingeber officinale Roscoe) diekstraksi dengan cara sochletasi
2) Dari hasil identifikasi yang telah diuji terbukti bahwa Daun pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis L. Vahl) positif mengandung komponen kimia flavanoid dan saponin. Sedangkan sampel rimpang jahe ( Zingeber officinale Roscoe) positif mengandung flavonoid dan Saponin

2.      Saran
Kritik dan saran yang bersifat membangun serta bimbingan dari asisten sangat kami butuhkan agar kami bias lebih baik lagi kedepannya baik dalam kegiatan praktikum maupun dalam penyusunan laporan.







Pengambilan sampel Rimpang jahe (Zingiber officinale Roscoe)






Proses pengolahan simplisia

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar